Jumat, 12 November 2010

Landasan Pengembangan Kurikulum

Oleh : Dadang Setiawan, 6 Januari 2010


Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum (makro) atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan tetapi terutama harus difahami dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum (mikro) yaitu para pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lain yang terkait dengan tugas-tugas pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalam melakukan pembinaan terhadap implementasi kurikulum di setiap jenis dan jenjang pendidikan.
            Robert S. Zais (1976) mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu Philosophy and the nature of knowledge, society and culture, the individual, and learning theory. Dengan berpedoman pada empat landasan tersebut maka dibuat model yang disebut “an eledtric model of the curriculum and its foundation”.
            Suatu bangunan kurikulum memiliki empat komponen yaitu komponen tujuan (aims, goal, objectives), isi/ materi (content), proses pembelajaran (learning activities), dan komponen evaluasi (evaluation). agar setiap komponen bisa menjalankan fungsinya secara tepat dan bersinergi, maka perlu ditopang oleh sejumlah landasan,  yaitu landasan filosofis, masyarakat dan kebudayaan, individu (peserta didik), dan teori-teori belajar.

1.      Landasan Filosofis dalam Pengembangan Kurikulum
a.      Filsafat Pendidikan
            Filsafat pendidikan berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pendidikan.

b.      Filsafat dan Tujuan Pendidikan
            Filsafat akan menentukan arah dan tujuan pendidikan. Filsafat suatu negara akan mempengaruhi tujuan pendidikan di negara tersebut. Berkaitan dengan tujuan pendidikan, terdapat beberapa pendapat yang dijadikan kaji banding sebagai sumber dalam merumuskan tujuan pendidikan.
         Herbert Spencer mengungkapkan lima kajian sebagai sumber dalam merumuskan tujuan pendidikan :
1)      Self-Preservation; individu harus dapat menjaga kelangsungan hidupnya dengan sehat
2)      Securing the necessities of life; individu haru sanggup mencari nafkah.
3)      Rearing of family; individu harus mampu menjadi orang tua yang bertanggung jawab atas pendidikan anaknya.
4)      Maintaining proper sicial and political relationship; setiap individu adalah makhluk sosial yang hidup dalam lingkungan masyarakat dan negara.
5)      Ejoying leisure time; individu harus sanggup memanfaatkan waktu senggang untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan.
The United Satate Office of Education (1918) telah mencanangkan tujuan pendidikan melalui “Seven Cardinal Principles” :
1)      Healt; sekolah diwajibkan meningkatkan taraf kesehatan para siswa.
2)      Command of fundamental processes; penguasaan kecakapan yang fundamental.
3)      Worthy home membership; mendidik anak-anak menjadi anggota keluarga yang baik, sehingga dapat berguna bagi masyarakat.
4)      Vocational efficiency; efisiensi dalam melakukan pekerjaan.
5)      Citizenship; usaha mengembangkan bangsa menjadi warga negara yang baik.
6)      Worthy use of leisure; memanfatkan waktu senggang dengan baik.
7)      Statisfaction of religious needs; pemuasan kehidupan keagamaan.
Tujuan pendidikan Nasional di Indonesia bersumber pada dasar negara Indonesia yakni Pancasila, sehingga pendidikan di Indonesia harus dapat membawa peserta didik agar menjadi manusia yang berpancasila. Hal ini tercermin dalam rumusan tujuan pendidikan nasional dalam UU no. 22 tahun 2003, yaitu; pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

c.       Manfaat Filsafat Pendidikan
Filsafat bermanfaat dalam memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian sistematis yang berkenaan dengan kepentingan pendidikan. Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
1)      Menentukan arah pendidikan.
2)      Memberikan gambaran tentang hasil yang harus dicapai dan diwujudkan melalui usaha-usaha pendidikan.
3)      Memberi kesatuan yang bulat kepada setap usaha pendidikan.
4)      Memungkinkan pendidik menilai usahanya sejauh mana tujuannya itu sudah tercapai.
5)      Memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan.

d.      Kurikulum dan Filsafat Pendidikan
Kurikulum pada hakikatnya adalah alt untuk mencapai tujuan pendidikan, karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka tentu saja kurikulum yang dikembnagkan juga akan mencerminkan falsafah / pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut. Terkait dengan pengembangan kurikulum, Becher dan Maclure menyebutkan enam dimensi pendekatan nasional :
1)      Kerangka acuan yang jelas tentang tujuan nasional dihubungkan dengan program pendidikan.
2)      Hubungan yang erat antara pengembangan kurikulum nasional dengan reformasi sosial politik negara.
3)      Makanisme pengawasan (kontrol) dari kebijakan kurikulum yang ditempuh.
4)      Mekanisme pengawasan dari pengembangan dan aplikasi kurikulum di sekolah.
5)      Metode ke arah pengembangan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan.
6)      Penelaahan derajat desentralisasi dari implementasi kurikulum di sekolah.

2.      Landasan Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, sedangkan kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk merubah perilaku manusia.
Melalui pendidikan diharapkan adanya perubahan perilaku peserta didik menuju kedewasaan, baik dewasa dari segi fisik, mental, emosional, moral, intelektual maupun sosial. Dengan adanya kurikulum diaharapkan dapat membentuk tingkah laku baru berupa kemampuan atau kompetensi aktual maupun potensial dari setiap peserta didik, serta kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama.

a.      Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum
Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan disamping persamaannya. Implikasi dari haltersebut terhadap perkembangan kurikulum yaitu :
1)      Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan minat, bakat dan kebutuhannya.
2)      Di samping disediakan pelajaran inti yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah disediakan pula pelajaran yang sesuai dengan minat anak.
3)      Kurikulum disamping menyediakan bahan ajaran yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajaran yang bersifat akademik.
4)      Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/ sikap, dan keterampilan yang menggambarkan kepribadian anak.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak terhadap proses pembelajaran dapat diuraikan sebagai berikut :
1)      Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada perubahan tingkah laku peserta didik.
2)      Bahan atau materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak dan mudah diterima oleh anak.
3)      Strategi belajar-mengajar harus sesuai dengan perkembangan anak.
4)      Media yang dipakai harus dapat menarik perhatian dan minat anak.
5)      Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan.

b.      Psikologi Belajar dan Kurikulum
Psikologi adalah teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokan dalam tiga rumpun, yaitu :
1)      Menurut teori Daya
Menurut teori ini sejak kelahirannya anak telah memiliki potensi-potensi tertentu yang masing-masing memiliki fungsi tertentu seperti daya mengingat, berpikir, berpendapat, mengamati dan memecahkan masalah.
2)      Teori Behaviorisme
Menurut teori ini individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu ditentukan oleh sekolah, masyarakat dan keluarga. Rumpun teori ini mencakup tiga teori lainnya, yaitu : teori Koneksionisme, teori Kondisioning, dan teori Reinforcement.
3)      Teori Organismik atau Gestalt
Teori ini mengacu pada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna pada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Teori ini banyak mempengaruhi praktek pengajaran di sekolah karena memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut :
a)      Belajar berdasarkan keseluruhan
b)      Belajar adalah pembentukan kepribadian
c)      Belajar berkat pemahaman
d)     Belajar berdasarkan pengalaman
e)      Belajar adalah satu proses perkembangan
f)       Belajar adalah proses berkelanjutan


3.      Landasan Sosiologis dalam Pengembangan Kurikulum
a.      Kebudayaan dan Kurikulum
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan :
1)      Individu lahir tidak berbudaya, baik kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Semua itu diperoleh dari lingkungan dan tentunya lembaga pendidikan.
2)      Kurikulum dalam setiap masyarakat pada dasarnya merupakan refleksi dari berpikir, berasa, bercita-cita ataupun kebiasaan. Maka dari itu dalam mengembangkan kurikulum perlu memahami kebudayaan.
3)      Seluruh nilai yang telah disepakati oleh masyarakat dapat pula disebut kebudayaan.

b.      Masyarakat dan Kurikulum
Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang dapat diorganisasikan kedalam kelompok-kolompok. Menurut Daud Yusuf (1982) bahwa sumber nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan melalui proses pendidikan ada tiga, yaitu : Logika, Estetika dan Etika. Teori, prinsip, hukum yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, penerapannya harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya di masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih bermakna dalam hidupnya.
Tyler (1946), Taba (1963), Tanner dan Tanner (1984) menyatakan tuntutan masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum. Calhoun, Light, dan Keller (1997) memaparkan tujuh fungsi sosial pendidikan, yaitu :
1)      mengajar keterampilan
2)      mentransmisikan budaya
3)      mendorong adaptasi lingkungan
4)      membentuk kedisiplinan
5)      mendorong bekerja berkelompok
6)      meningkatkan perilaku etik, dan
7)      memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi
perubahan sosial budaya, perkembangan IPTEK dalam suatu masyarakat akan mengubah pola kebutuhan masyarakat. Adanya perbedaan diantara masyarakat disebabkan oleh kualitas individu masyarakat itu sendiri.

c.       Kurikulum dan Perkembangan IPTEK
Perkembangan IPTEK, secara langsung akan menjadi isi atau materi pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung memberikan tugas kepada pendidikan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan pemecahan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan IPTEK. Selain itu IPTEK juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.

Pertanyaan yang berhubungan dengan pembahasan

1)      Diantara filsafat idealisme, realisme, dan pragmatisme manakah yang paling dominan diterapkan di Indonesia ?
2)      Apakah filosofis pendidikan sekarang ini sudah sesuai dengan Pancasila ?
3)      Falsafah negara kita adalah Pancasila, apakah pelajaran yang dipelajari di sekolah sudah Pancasilais ?
4)      Apakah anda setuju dengan falsafah Pancasila ?
5)      Jika anda seorang guru, filsafat mana yang akan dikembangkan agar tercapainya tujuan pendidikan yang tercantum pada UU no. 20 tahun 2003 ?
6)      Dengan melihat keadaan negara kita yang rendah, apa halangan bagi kita ?
7)      Apakah pendidikan di Indonesia sudah sampai pada tujuan UU no 23 tahun 2003?
8)      Siapa saja yang membutuhkan dan memerlukan landasan pengembangan Kurikulum ?
9)      Sejauh mana falsafah atau pandangan hidup yang dianut suatu bangsa mempengaruhi kurikulum pendidikan ?
10)  Bagaimana keadaan psikologi seorang anak atau siswa mempengaruhi pengembangan kurikulum ?

Jawaban

  1. Sebelum menentukan mana yang lebih dominan sebaiknya kita menelaah tujuan dari masing-masing filsafat tersebut.  Filsafat idealisme menekankan tujuan pendidikan pada perkembangan pikiran dan diri pribadi siswa. Oleh sebab itu filsafat idealisme melakukan pengembangan karakter serta bakat manusia dan kebajikan sosial. Filsafat realisme bertujuan agar siswa dapat bertahan hidup di dunia secara alamiah. Maka pengajaran yang dinerikan yaitu sains/ IPA, ilmu-ilmu sosial dan nilai-nilai. Filsafat pragmatisme mengajarkan seseorang bagaimana berpikir dan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sehingga ada pengarahan yang sesuai dengan hobi-hobi sperti elstrakurikuler atau muatan lokal. Contoh lain ialah memberikan pemahaman mengenai demokrasi.
Setelah memahami filsafat-filsafat diatas maka dapat kita simpulkan bahwa semua falsafah tersebut saling melengkapi dalam mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia. Hal ini dapat kita lihat dalam UU no. 20 tahun 2003 yang berbunyi “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
  1. Secara teori sudah sesuai tetapi secara kenyataan di lapangan belum, karena seperti kita tahu di Indonesia sekarang ini masih dalam proses menuju kesana. Dimana terjadi beberapa perubahan dalam struktur organisasi pendidikan itu sendiri yang masih semerawut, masih banyak terjadi kekacauan-kekacauan diantara lembaga-lembaga pendidikan dan terutama kalau dilapangan masih lemahnya kualitas para pelajar dimana moral para pelajar itu sendiri yang menjukan kearah anarkis, tidak menonjolkan segi akademisnya. Sedangkan kalau dilihat dari segi pancasila maka seharusnya pendidikan ini berjalan dengan sesuai dan menghasilkan kualitas anak didik yang bagus dan bermoral akademis sesuai pancasila.
  2. Kalau kita lihat memang pelajaran yang berkembang di Indonesia sudah beredasarkan pancasila karena landasan negara kita adalah pancasila maka sudah seharusnya kita menganut pada dasar negara kita. Hanya disini kita coba lihat pelaksanaanya dilapangan, bahwasanya masih banyak para pelajar yang dihasilkan dari lembaga pendidikan tidak mencerminkan moral pancasila. Jadi klita harus bercermin pada diri sendiri, bagtaimana seharusnya sebagai pelajar yang berlandaskan dasar pancasila.
  3. Sebagai bangsa Indonesia saya setuju dengan falsafah pancasila karena bisa kita lihat dengan seksama landasan yang menjadi pancasila itu sendiri yang mengarah kearah positif yang bersifat membangaun terhadap moral bangsa. Tetapi jikalau suatu saat ada perubahan yang sangat signifikan maka saya harus melihat dulu apakah isi atau tujuan falsafah tersebut bertujuan kearah positiv dan bersifat mendorong ataukah cenderung kearah negativ yang cenderung akan membobrokan bangsa.
  4. Tentu saja filsafat pancasila yang merupakan penggabungan filsafat pragmatisme, realisme dan idealisme secara seimbang dan telah disesuaikan dengan keadaan bangsa dan negara Indonesia. Mengapa demikian ? karena tujuan yang hendak kita capai ialah yang terecantum dalam UU no. 20 tahun 2003. seperti yang kita ketahui Undang-undang merupakan landasan riil sedangkan landasan idiilnya adalah Pancasila. Jika kita menerapkan filosofis selain Pancasila sedangkan tujuan pendidikan kita ialah UU no. 20 tahun 2003 maka tidak akan tercipta ketercapaian yang diharapkan.
  5. Halangan bagi kita dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia ialah SDM yang kurang baik, dukungan pemerintah yang dirasakan kurang karena anggaran pendidikan sangat rendah, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Jika partisipasi dari keduaya belah pihak dalam hal ini pemerintah dan masyarakat ikut berperan secara aktif dalam menjadikan pendidikan maka secara tidak langsung pendidikan di Indonesia akan berkualitas baik dari pemerintah itu sendiri maupun masyarakat, karena pada dasarnya kader yang dihasilkan dari lembaga pendidikan di pemerintah akan kembali ke masyarakat dan jika kader yang dihasilkan berkualutas dan bermoral bagus secara otomatis kualitas pendidikan di Indonesia akan meningkat juga.
  6. Mengenai ketercapaian relitas pendidikan Indonesia terhadap tujuan yang tercantum dalam UU no. 20 tahun 2003, maka hal tersebut sangat relatif. Mengingat belum meratanya fasilitas pendidikan di setiap sekolah. Selain itu kualitas SDM dalam hal ini pengajar masih rendah. Namun demikian pemerintah telah melakukan upaya peningkatan kualitas pendidik dengan melakukan berbagai upaya seperti sertifikasi guru dan dosen. Terlepas dari baik atau buruknya pelaksanaan di lapangan usaha pemerintah ini merupakan upaya progresif yang harus kita dukung.
  7. Landasan pengembangan kurikulum merupakan acuan dalam mengembangkan suatu kurikulum bagi para pengembang kurikulum yang ditunjuk oleh pemerintah maupun pengembang kurikulum yang ada di sekolah. Selain itu landasan pengembangan kurikulum perlu juga dipahami oleh para pelaksana kurikulum yang dalam hal ini adalah guru atau mahasiswa calon guru. Hal ini agar kurikulum yang telah dirancang oleh para pengembang kurikulum dapat dilaksanakan dengan baik di lapangan.
  8. Pandangan hidup suatu bangsa terkadang sangat mempengaruhi kurikulum pendidikan, karena setiap pendidikan memang memerlukan kurikulum hanya saja sejauh mana bangsa tersebut melihat untuk pendidikan yang akan diterapkan di negaranya, bila bangsa tersebut memiliki skil yang cukup bagus dalam bidang pendidikan terutama dalam pembuatan kurikulum maka hasil pendidikan yang menjadu tujuan utama akan dapat berhasil dengan baik tetapi jika bangsa tersebut kurang bisa memerhatikan pendidikan bangsanya maka kualitas bangsa tersebut kurang berkualitas dalam bidang pendidikan, sehingga pendidikan yang berlangsung kurang bisa menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki potensi yang bisa berguna bagi nusa dan bangsa.
  9. Tingkat psikologi perkembangan anak cukup mempengaruhi perkembangan kurikulum. Hal ini terlihat dalam perbedaan kurikulum dalam tiap tingkatan pendidikan. Kurikulum di Sekolah Dasar akan berbeda dengan kurikulum di Sekolah Menengah Pertama begitu juga dengan tingkatan sekolah lainnya. Jadi kurikulum di Sekolah Dasar disesuaikan dengan tingkat psikologi anak usia 7 – 12 tahun begitu juga kurikulum pada tingkat sekolah selanjutnya yang disesuaikan dengan psikologi peserta didik yang biasanya diukur berdasarkan usia. Walaupun psikologi peserta didik dapatr menjadi pertimbangan dalam menentukan kurikulum, tetapi tidak sepenuhnya pertimbangan tersebut berdasarkan tingkat psikologi peserta didik. Faktor lainnya dapat pula didasarkan pada standar yang akan dicapai dan perkembangan IPTEK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar